Blogger Jateng

Cara Fogging Yang Benar

 

Sampai dengan saat ini penyakit yang ditularkan oleh vektor masih menjadi masalah kesehatan dan banyak ditemukan di masyarakat dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi serta berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan/atau wabah serta memberikan dampak kerugian ekonomi masyarakat baik di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit. Penyakit tular vektor (nyamuk) yang saat ini endemis di Indonesia antara lain Demam Berdarah Dengue, Malaria, Filariasis, Japanese encephalitis dan Chikungunya, menyebabkan kesakitan, kematian, kecacatan dan kerugian ekonomi bagi masyarakat Indonesia. 

Adapun beberapa penyakit tular vektor nyamuk berpotensi menyebar di Indonesia karena sudah diidentifikasi antibodi virus ditubuh manusia, antara lain: Murray Valley Encephalitis (MVE), Zika, Kunjin, West Nile Virus (WNV), Edge Hill, Sinbis, Getah dan Ross River. Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyakit potensi wabah, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia internasional. Penyakit-penyakit tersebut ditularkan melalui gigitan nyamuk, sehingga pengendalian nyamuk merupakan upaya preventif yang paling efektif dalam pencegahan dan pengendalian penyakit.

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, pengendalian adalah upaya untuk mengurangi atau melenyapkan faktor risiko penyakit dan/ atau gangguan kesehatan. Adapun tujuan pengendalian vektor menurut Permenkes nomor 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya, adalah
  1. menurunkan populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serendah mungkin, sehingga tidak menimbulkan penularan penyakit pada manusia dan 
  2. mencapai dan memenuhi standard baku mutu kesehatan lingkungan (SBMKL) dan Persyaratan Kesehatan.

Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit meliputi kegiatan : 

  1. pengamatan dan penyelidikan bioekologi, penentuan status kevektoran, status resistensi, dan efikasi bahan pengendali, serta pemeriksaan sampel, dan
  2. intervensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metode fisik, biologi, kimia, dan terpadu. Salah satu jenis intervensi vektor secara kimia adalah fogging/ pengasapan.
Penentuan jenis insektisida, dosis, dan metode aplikasi merupakan syarat yang penting untuk dipahami dalam kebijakan pengendalian vektor. Aplikasi insektisida yang berulang dalam jangka waktu lama di satuan ekosistem akan menimbulkan terjadinya resistensi. Insektisida tidak dapat digunakan apabila nyamuk resisten terhadap insektisida. Dalam upaya pengendalian vektor nyamuk secara kimia, penggunaan insektisida harus dilakukan secara rasional, efektif, efisien, dan dapat deiterima masyarakat, dibawah pengawasan tenaga yang memiliki kompetensi dibidang entomologi serta merupakan upaya terakhir dalam pengendalian vektor

Upaya dalam memberikan kejelasan bagi petugas kesehatan dan pihak lain dalam melaksanakan pengendalian vektor nyamuk melalui fogging/ pengasapan maka disusun Buku Petunjuk teknis Fogging. Buku tersebut diharapkan sebagai acuan dalam pelaksanaan pengendalian vektor nyamuk yang tepat dan efektif bagi petugas pengendali vektor, baik pemerintah pusat, daerah dan pest control swasta.

Tujuan

  1. Tujuan Umum Sebagai aturan/ pedoman/ acuan bagi petugas dalam melaksanakan kegiatan fogging/ pengasapan dalam rangka mengendalikan populasi vektor untuk menurunkan risiko penularan penyakit tular vektor dan gangguan kesehatan. 
  2. Tujuan khusus Sebagai aturan/pedoman/ acuan pelaksanaan fogging/ pengasapan sesuai dengan kriteria. - Sebagai aturan/pedoman/ acuan intervensi untuk menurunkan kepadatan populasi vektor (nyamuk) sehingga tidak menimbulkan penularan penyakit pada manusia.Sebagai aturan/pedoman/ acuan intervensi mencapai dan memenuhi standard baku mutu kepadatan vektor (nyamuk). - Sebagai aturan/pedoman/ acuan memutuskan mata rantai penularan penyakit. - Sebagai aturan/pedoman/ acuan untuk menurunkan kepadatan nyamuk untuk menghindari ketidaknyamanan (nuisance).

Definisi operasional 

  1. Pengendalian Vektor (nyamuk) adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi Vektor (nyamuk) serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit dan gangguan (nuisance). 
  2. Fogging adalah tindakan pengasapan dengan bahan insektisida yang bertujuan untuk membunuh nyamuk dewasa. 17
  3. Thermal fogging yang juga disebut thermal (hot) fogger adalah proses pengasapan menggunakan panas, sehingga campuran insektisida dan air/ minyak menjadi droplet/ asap yang dapat menjangkau dan mematikan nyamuk sasaran.
  4. Ultra Low Volume (ULV) adalah pengkabutan menggunakan mesin yang dapat menghasilkan droplet/ kabut, yang dapat menjangkau dan mematikan nyamuk sasaran.
  5.  Insektisida fogging/ pengasapan adalah bahan kimia dalam dosis tertentu yang mempunyai efikasi dalam mematikan vektor nyamuk, tetapi toksisitasnya rendah bagi manusia dan vertebrata lainnya, yang telah memiliki izin edar dari Kementerian Pertanian.

KRITERIA PELAKSANAAN FOGGING/PENGASAPAN

Peraturan Menteri Kesehatan nomor 50 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 14 tahun 2021, pengendalian vektor dapat dilakukan melalui metode kimia salah satunya di antaranya dengan cara fogging/pengasapan. Fogging/ pengasapan dapat dilakukan dengan kriterias sebagai berikut : 
  • Fogging (thermal fogging/cold fogging) bertujuan untuk membunuh nyamuk dewasa sehingga tidak menularkan pathogen penyakit pada manusia. 
  • Foggging dilakukan berdasarkan hasil monitoring kepadatan populasi vektor dan/ atau kasus penyakit.
  • Fogging dapat dilakukan dengan sasaran nyamuk Aedes (vektor dengue, chikungunya, zika), yamuk Culex (vektor JE), nyamuk Anopheles (vektor malaria).

Fogging Nyamuk Aedes

Pesyaratan Daerah non endemis 

  • Ada kasus dengue/ DBD, atau 
  • Ada nyamuk infektif (dengue), atau 
  • Pada kondisi kejadian luar biasa 
  • (KLB) dengue/ DBD,
  • bencana/ pengungsian, atau situasi khusus/ matra lainnya. 

Daerah endemis 

  • Ada kasus dengue/ DBD, atau 
  • Ada nyamuk infektif (dengue), atau 
  • Persentase rumah/ bangunan yang negatif larva (Angka Bebas Jentik/ ABJ) < 95%, atau 
  • Pada kondisi kejadian luar biasa (KLB) dengue/ DBD, 
  • bencana/ pengungsian, atau situasi khusus/ matra lainnya 

Waktu Pelaksanaan 

  • Kecepatan angin ≤ 18 Km/jam dan tidak hujan, atau 
  • Pagi hari jam 06.00-09.00 atau sore hari jam 17.00- 18.00 dan tidak hujan. 

Lokasi Pelaksanaan - Permukiman

Fogging Nyamuk Culex 

Persyaratan 

  • Ada kasus Japanese Encephalitis (JE), atau 
  • Ada nyamuk infektif JE, atau 20
  • Persentase habitat perkembangbiakan yang positif larva Culex (IH Culex ≥ 5%) atau 
  • Pada kondisi kejadian luar biasa (KLB) JE, bencana/ pengungsian, atau situasi khusus/ matra lainnya
Untuk menghindari terjadinya resistensi pada nyamuk maka diperlukan manajemen resistensi. Dalam melaksanakan manajemen resistensi harus memperhatikan prinsipprinsip sebagai berikut.
  1. Metode penggunaan pestisida merupakan pilihan terakhir Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metode kimia yang menggunakan pestisida merupakan pilihan terakhir, setelah metode fisik dan biologi tidak signifikan menurunkan populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakitserta menurunkan kasus penyakit. Hal ini dikarenakan pemakaian pestisida yang terus-menerus dapat mempercepat terjadinya resistensi dan dapat menimbulkan residu lingkungan yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Dengan mengurangi penggunaan pestisida maka resistensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dapat ditekan atau dihindari.
  2. Penggunaan pestisida harus sesuai dengan dosis yang tercantum pada label petunjuk dari pabrikan.
  3. Pestisida dari jenis yang berbeda dari golongan yang sama ataupun golongan yang berbeda dengan mekanisme kerja yang sama dianggap sebagai bahan yang sama. Dalam satu golongan pestisida dapat terdiri dari berberapa jenis, yang mempunyai mekanisme kerja yang sama dalam mematikan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit sasaran, sehingga dinyatakan sebagai bahan yang sama. Demikian juga untuk golongan yang berbeda, tetapi memiliki mekanisme kerja yang sama.
  4. Melakukan penggantian golongan pestisida apabila terjadi resistensi di suatu wilayah Apabila terjadi resistensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit di suatu wilayah, maka penggantian pestisida dilakukan atas dasar golongan yang berbeda, yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda pula. Hal ini akan membantu menekan terjadinya resistensi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
  5. Menghindari penggunaan satu golongan pestisida untuk target pada pradewasa dan dewasa Sifat resistensi diturunkan/diteruskan dari fase pradewasa ke dewasa, bahkan diteruskan ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, terjadinya resistensi pada fase pradewasa akan tetap dibawa pada fase dewasa apabila menggunakan pestisida dari golongan yang 32 sama. Dengan demikian, apabila pada pradewasa telah terjadi resisten pada golongan tertentu, maka pengendalian fase dewasa harus dari golongan pestisida yang berbeda.
Pengenceran insektisida harus mengikuti spesifikasi teknis pada label produk insektisida. Pengencer bisa berupa air, minyak (solar dan white oil). Kedisiplinan petugas dalam menerapkan insektida sesuai dengan kosentrasi dan dosis yang tertera dalam label insektisida sangat mendukung kefektifan dan keefisennya terlaksana pengasapan maupun pengembunanan dalam mengnedalikan nyamuk dewasa. 

Umumnya mesin thermal fogging menggunakan insektisida dengan pelarut solar. Mini fog menggunakan pelarut white oil. Pada perkembangannya saat, bisa juga thermal fogging menggunakan insektisida yang menggunakan pelarut air, sehingga efek bercak karena solar bisa diminimalisasi. Hanya belum banyak insektisida seperti itu, salah satunya adalah insektisida active ingredient (AI) adalah piretroid dengan teknologi polimer yang dapat berubah menjadi uap dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Untuk mesin cold fog dan mist blower umumnya menggunakan insektisida yang bisa dilarutkan dengan air.

Sebagaimana kita ketahui bahwa Masalah Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik ini masih merupakan tantangan yang harus kita sikapi dengan sungguh-sungguh dalam Pembangunan Kesehatan. Pemenkes Nomor 1501 Tahun 2010 tentang Jenis Penyakit Menular yang Dapat Menimbulkan Wabah, bahwa dari sekian banyak penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah, 77% di antaranya adalah penyakit tular vektor dan zoonotik. Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah upaya yang bertujuan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin sehingga tidak menimbulkan penularan penyakit pada manusia. 

Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain metode fisik, biologi, kimia dan terpadu. Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan dan Peremenkes Nomor 50 tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan Dan Persyaratan Kesehatan Untuk Vektor dan Binatang Pembawa 48 Penyakit serta Pengendaliannya, menyatakan bahwa salah satu metode kimia adalah dengan aplikasi fogging (hot fogger dan cold fogger). 

Namun demikian mekanisme operasional pelaksanaan fogging sering kali menjadi pertanyaan masyarakat dan para pengelola program pengendalian vektor di Indonesia. Maka, Perlu dibuat Buku Pentunjuk Teknis Fogging, sehigga pelaksanaan fogging di lapangan dapat dilakukan sesuai dengan standar. Fogging/ pengasapan bertujuan untuk membunuh nyamuk dewasa secara cepat sehingga tidak menularkan pathogen penyakit pada manusia. 

Fogging dilakukan berdasarkan hasil monitoring kepadatan populasi vektor dan/ atau kasus penyakit. Fogging dapat dilakukan dengan sasaran nyamuk Aedes (vektor dengue, chikungunya, zika), yamuk Culex (vektor JE), nyamuk Anopheles (vektor malaria). Fogging dapat dilaksanaka oleh pemerintah dan swasta. Fogging yang dilakukan pemerintah dapat dikerjakan oleh Dinas Kesehatan, Puskesmas, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), dan instansi pemerintah lainnya yang menyelenggarakan pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit. 

Sedangkan fogging yang dilakukan oleh swasta dapat dilakukan oleh perusahaan pengendali vektor dan binatang epembawa penyakit (pest control), atau swadaya masyarakat yang bekerja sama dengan pest control. teknis ini berisikan informasi konperhensif tentang kriteria fogging, jenis-jenis mesin fogging, prosedur pelaksanaan fogging, operasional dan pemeliharaan mesin fogging, cara 49 mengatasi gangguan mesin fogging, alat pelindung diri (APD) serta berbagai jenis insektisida yang digunakan untuk fogging. Sehingga pentunjuk teknis ini akan dapat mengarahkan petugas di lapangan dalam pelaksanaan fogging yang benar dan berkualitas.

Posting Komentar untuk "Cara Fogging Yang Benar"