![]() |
ilustrasi |
Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita dan ibu hamil. Selain itu, malaria secara langsung menyebabkan anemia dan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Di dunia antara tahun 2010 sampai 2015 terjadi penurunan insidens penyakit malaria sebesar 21% dan penurunan angka kematian sebesar 29%. Jumlah kasus baru dilaporkan WHO sebesar 212 juta dan kematian sebesar 429.000.
Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama di Kawasan Timur Indonesia yaitu Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa Tenggara Timur, dengan proporsi 79% kasus malaria di Indonesia pada tahun 2012. Data secara nasional menunjukkan bahwa angka kasus malaria yang sudah dikonfirmasi per-seribu penduduk atau yang dikenal dengan Annual Parasite Incidence (API) mengalami penurunan, yaitu 4,68 per-seribu penduduk pada tahun 1990 menurun tajam menjadi 1,96 per-seribu penduduk pada tahun 2010 dan turun melandai 1,75 per-seribu penduduk pada tahun 2011 kemudian 1,69 per-seribu penduduk pada tahun 2012, menjadi 0,99 pada tahun 2014, dan pada tahun 2015 menjadi 0,85. API tahun 2016 adalah sebesar 0,8 per-seribu penduduk.
API adalah jumlah kasus positif malaria per-seribu penduduk dalam 1 tahun. API ini digunakan untuk menentukan kecenderungan morbiditas malaria dan menentukan endemisitas suatu daerah (masih terjadi penularan malaria). Pada tahun 2014 jumlah kasus sebesar 252.027 dan 217.025 kasus pada tahun 2015. Kasus malaria pada tahun 2016 sebesar 218.450 dan sebanyak 195.597 kasus pada tahun 2017.
Walaupun telah terjadi penurunan API secara nasional, di daerah dengan kasus malaria tinggi angka API masih sangat tinggi dibandingkan angka nasional, sedangkan pada daerah dengan kasus malaria yang rendah sering terjadi kejadian luar biasa (KLB) sebagai akibat adanya kasus impor. Pada tahun 2011 jumlah kematian malaria yang dilaporkan adalah 388 kasus.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, serta surveilans dan pengendalian vektor. Upaya meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kesehatan lingkungan yang bertujuan untuk memutus mata rantai penularan malaria.
Kasus resistensi parasit malaria terhadap klorokuin ditemukan pertama kali di Kalimantan Timur pada tahun 1973 untuk P. falcifarum, dan tahun 1991 untuk P. vivax di Nias. Sejak tahun 1990, kasus resistensi tersebut dilaporkan makin meluas di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu, dilaporkan juga adanya resistensi terhadap sulfadoksin-pirimethamin (SP) di beberapa tempat di Indonesia.
Keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas penyakit malaria. Oleh sebab itu, untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut (multiple drugs resistance) dan adanya obat anti malaria baru yang lebih paten, maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan pengganti klorokuin dan SP, yaitu kombinasi derivate artemisinin yang biasa disebut dengan artemisinin based combination therapy (ACT).
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang dapat ditandai dengan antara lain demam menggigil, anemia dan hepatosplenomegali. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina.
Spesies plasmodium yang dapat ditemukan pada manusia adalah :
- Plasmodium falciparum (P. falciparum).
- Plasmodium vivax (P. vivax).
- Plasmodium ovale (P. ovale).
- Plasmodium malariae (P. malariae).
- Plasmodium knowlesi (P. knowlesi).
Jenis plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah
- P. falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
- P. ovale pernah ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Sejak tahun 2009 di Pulau Kalimantan dan Sumatera dilaporkan kasus P. knowlesi yang ditularkan dari monyet / primata ke manusia, tetapi infeksi dari manusia ke manusia lainnya sampai saat ini belum dilaporkan.
Siklus hidup plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.
1. Siklus pada manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk kedalam sel hati dan menjadi trofozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10,000-30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian trofozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium trofozoit sampai skizon (8- 30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
2. Siklus pada nyamuk anopheles betina
Apabila nyamuk anopheles betina mengisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporokista yang mengandung ribuan sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium.
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan pemeriksaan mikroskopik.
Patogenesis
1. Demam
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin, antara lain tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-6 (IL-6). TNF dan IL-6 akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada ke-4 plasmodium memerlukan waktu yang bebeda-beda.
Plasmodium falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax / P. ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax / P. ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari. P.knowlesi hanya membutuhkan waktu 24 jam.
2. Anemia
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang disebabkan oleh P. vivax, P. ovale, dan P. malariae umumnya terjadi pada keadaan kronik. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronik.
3. Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendothelial, tempat plasmodium dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limfosit. Penambahan sel- sel radang ini akan menyebabkan limpa membesar.
4. Malaria berat
Plasmodium falciparum mempunyai patogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum mengalami proses sekuestrasi, yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler.
Pada saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah proses sitoadherensi. Akibat dari proses initerjadilah obstruksi (penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya “rosette”, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya.
Pada proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain lain); mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan fungsi pada jaringan tertentu.
Diagnosis malaria
Diagnosis malaria dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis malaria yang bervariasi dari ringan sampai membahayakan jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain, seperti demam tifoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran napas. Trombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue atau tifoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan sebagai hepatitis dan leptospirosis. Penurunan kesadaran dengan demam sering juga diduga sebagai infeksi otak atau bahkan stroke.
Sedangkan pada anak <5 tahun, pendekatan diagnosis menggunakan Manajemen Terpadu Bayi Sakit (MTBS) dan ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah endemis, riwayat sakit malaria dan transfusi sebelumnya pada daerah endemis rendah dan sedang. Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau pucat untuk dilakukan pemeriksaan sediaan darah.
Anamnesis
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap pasien dengan demam harus dilakukan.
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal. Pada anamnesis juga perlu ditanyakan :
- Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.
- Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.
- Riwayat sakit malaria / riwayat demam.
- Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
- Riwayat mendapat transfusi darah.
- Riwayat menginap / tinggal di hutan.
Pemeriksaan fisis
- Demam (>37,5oC aksila).
- Konjungtiva atau telapak tangan pucat
- Pembesaran limpa (splenomegali) pada keadaan kronik.
- Pembesaran hati (hepatomegali) pada keadaan kronik.
Manifestasi malaria berat dapat disertai berupa penurunan kesadaran, demam tinggi, ikterik, oliguria, urin berwarna coklat kehitaman (black water fever), kejang dan sangat lemah (prostration). Pasien malaria berat harus segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Semua pemeriksaan dengan RDT idealnya harus disertai dengan pemeriksaan mikroskopik.
Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah :
- Hematologi rutin.
- Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase, albumin / globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah).
- Urinalisis.
- Foto toraks.
- Lumbal punksi pada penurunan kesadaran atau gangguan neurologis.
Pengobatan
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia termasuk stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Dosis pemberian obat berdasarkan berat badan. Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan derivat berbasis artemisin baik tunggal maupun kombinasi ditambah primakuin.
Pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan 2 atau lebih obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan memiliki mekanisme resistensi yang berbeda. Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan mencegah terjadinya resistensi plasmodium terhadap obat anti malaria.
Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan aminokuinolin, yaitu fixed dose combination (FDC) yang terdiri atas dihydroartemisinin dan piperakuin, dikenal dengan DHP. Satu tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per- oral satu kali sehari selama tiga hari berturut-turut perhari sebagai berikut :
- Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB;
- Piperakuin dosis 16-32 mg/kgBB.
Khusus pada anak yang berat badannya kurang dari 25 kg dosis dihydroartemisinin adalah 2,5-4 mg/kg BB/hari dan 20 mg/kgBB piperakuin, sekali sehari selama 3 hari. Dosis DHP pada bayi yang berat badannya kurang dari 5 kg untuk malaria tanpa komplikasi mendapat dosis yang sama dengan bayi dengan berat badan 5 kg.
Pengobatan malaria tanpa komplikasi
Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks saat ini menggunakan obat-obat golongan ACT ditambah primakuin. Saat ini ACT yang dipakai di Indonesia adalah DHP (dihydroartemisinin-piperakuin). Dosis obat DHP diberikan sama untuk malaria falsiparum dan malaria vivaks.
Obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja, sedangkan malaria vivaks selama 14 hari. Dosis primakuin adalah 0,25 mg/ kgBB. Pengobatan malaria knowlesi menggunakan ACT selama 3 hari. Lini pertama pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:
- Lini pertama
- Lini kedua untuk malaria falsiparum
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini pertama gagal, dimana ditemukan gejala klinis menetap atau memburuk atau timbul kembali, yang disertai dengan parasit stadium aseksual tidak berkurang atau timbul kembali.
Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum (dengan obat kombinasi kina dan doksisiklin)
- Dosis kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari)
- 1 tab = 222 mg kina sulfat
- Dosis doksisiklin 3,5 mg/kgBB/hari diberikan 2x sehari (>15tahun)
- Dosis doksisiklin 2,2 mg/kgBB/hari diberikan 2x sehari (8-14tahun)
Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabilapemberian primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan pasien sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 4 minggu sampai 52 minggu setelah pengobatan tanpa ada riwayat perjalanan lagi ke daerah endemis malaria.
Pengobatan malaria malariae
Pengobatan P. malariae diberikan DHP 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin.
Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax / P.ovale Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. Vivax/ P. ovale diberikan DHP selama 3 hari serta primakuindengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari. (Tabel 3.)
Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. malariae Infeksi campur antara P. falcifarum dengan P.malariae diberikan regimen DHP selama 3 hari dan primakuin pada hari I.
Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis malaria bagi yang bepergian ke daerah risiko tinggi malaria (Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan NTT) dapat diberikan kapsul doksisiklin 1 x 100 mg /hari. Obat doksisiklin mulai diminum 1 hari sebelum bepergian, selama tinggal di daerah risiko sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah tersebut. Kemoprofilaksis untuk anak <8 tahun tidak ada sehingga sebaiknya dilakukan tindakan pencegahan secara personal seperti penggunaan pakaian lengan panjang, lotion anti nyamuk, kelambu dan lain-lain.
Pengobatan malaria pada ibu hamil
Pengobatan malaria pada ibu hamil di semua trimester juga menggunakan DHP, primakuin tidak diberikan karena ada risiko toksisitas pada janin. Untuk pengobatan lini kedua, menggunakan kina dan klindamisin sesuai berat badan.
Posting Komentar untuk "Pedoman Pelayanan Tata Laksana Malaria"